Sunday, February 21, 2010

Andrea Hirata Love Story ( Kutipan Novel Laskar Pelangi )

Ada Cinta di Kelontong Bobrok Itu
Kotak kapur dikeluarkan melalui sebuah lubang kecil
Andrea Hirata Lopersegi empat seperti kandang burung merpati.Yang terlihat hanya sebuah tangan halus, sebelah kanan, yang sangat putih bersih, menjulurkan kotak kapur melalui lubang itu.Wajah pemilik tangan ini adalah misterius, sang burung murai batu tadi, tersembunyi di balik dinding papan yang membatasi ruangan tengah took dengan gudang barang dagangan di belakang. Sang misteri ini tidak pernah bicara sepatah kata pun kepadaku.Ia menjulurkan kotak kapur dengan tergesa-gesa dan menarik tangannya cepat-cepat seperti orang mengumpan daging ke kandang macan. Demikianlah berlangsung bertahun-tahun, prosedurnya tetap, itu-itu saja, tak pernah berubah.
Jika tangannya menjulur tak kulihat ada cincin di jari-jemarinya yang lentik, halus, panjang-panjang, dan ramping, namun siuk a, gelang indah berwarna hijau tampak berkarakter dan melingkar garang pada pergelangan tangannya yang ditumbuhi bulu-bulu halus. Dalam hatiku, jika aku berani macam-macam pastilah jemarinya secepat patukan bangau menusuk kedua bola mataku dengan gerakan kuntau yang tak terlihat.dst…
……….Di balik kesan yang garang itu, di ujung jari-jemari lentik si misterius ini tertanam paras-paras kuku nan indah luar biasa, terawatt amat baik, dan sangat memesona, jauh lebih memesona disbanding gelang giok tadi.. Tak pernah kulihat kuku orang Melayu seindah itu, apalagi kuku orang sawang. Ia tak pernah memakai kuteks.Aliran urat-urat halus berwarna merah tersembunyi samara-samar di dalam kukunya yang saking halus dan putihnya sampai tampak transparan.Ujung-ujung kuku itu dipotong dengan presisi yang mengagumkan dalam bentuk seperti bulan sabit sehingga membentuk harmoni pada kelima jaringnya.
Aku sudah terlalu sering mendapatkan tugas membeli kapur yang menjengkelkan ini, sudah puluhan kali. Satu-satunya penghiburan dari tugas horror ini adalah kesempatan menyaksikan sekilas kuku itu lalu menertawakan bagiamana kontrasnya kuku-kuku zamrud khatulistiwa tersebut disbanding potongan-potongan kecil terasi busuk di seantero took bobrok ini. Karena terlalu sering,aku jadi hafal jadwal si nona misterius memotong kukunya:setiap hari jumat, lima minggu sekali.
Demikianlah berlangsung selama beberapa tahun. Aku tak pernah sekalipun melihat wajah nona ini dan ia pun sama sekali tak berminat melihat bagaimana rupaku.Bahkan setiap kuucapkan kamsia setelah kuterima kotak kapurnya ia juga tak menjawab. Diam seribu bahasa.Nona penuh rahasia ini seperti pengejewantahan makhluk asing dari negeri antah berantah, dan ia dengan sangat konsisten menjaga jarak denganku. Tidak ada basa basi, tak ada ngobrol-ngobrol, tak ada buang-buang waktu untuk soal remeh temeh, yang ada hanya bisnis!
Sekarang sudah hamper tengah hari , udara semakin panas. Berada di tengah took ini serasa direbus dalam panic sayur lodeh yang mendidih. Cuaca mendung tapi gerahnya tak terkira. Aku sudah tak tahan dan mau muntah. Untungnya A Miauw, seperti biasa, menjerit memerintahkan nona misterius agar menjulurkan kapur di kotak merpati. Dengan pandangan matanya yang sok kuasa A Miauw memberiku isyarat untuk mengambil kapur itu.
Aku berjalan cepat melintasi karung-karung bawang putih tengik sambil menutup hidung. Aku bergegas agar tugas penuh siksaan ini selesai. Namun, tinggal beberapa langkah mencapai kotak merpati sekejap angina semilir yang sejuk berembus meniup telingaku- hanya sekejap saja. Saat itu tak kusadari bahwa sang nasib yang gaib menyelinap ke dalam took bobrok itu, mengepungku, dan menyergapku tanpa ampun, karena tepat pada momen itu kudengar si nona berteriak keras mengejutkan:
“Haiyaaaaa….!!!”
Bersamaan dengan teriakan itu terdengar suara puluhan batangan kapur jatuh di atas lantai ubin.
Rupanya si kuku cantik sembrono sehingga ia menjatuhkan kotak kapur sebelum aku sempat mengambilnya. Maka kapur-kapur itu sekarang berserakan di lantai.
Agaknya aku harus merangkak-rangkak, memunguti kapur-kapur itu di sela-sela karung buah kemiri, meskipun kulitnya telah dikelupas, tapi buahnya masih basah sehingga berbau memusingkan kepala. Kuperlukan bantuan syahdan, namun terlihat ia sedang bicara dengan putri tukang Hok lo pan atau martabak terang bulan seperti orang menceritakan dirinya sedang banyak uang karena baru saja selesai menjual 15 ekor sapi. Aku tak mau mengganggu saat-saat gombalnya itu.
Maka apa boleh buat, kupunguti susah payah kapur-kapur itu. Sebagian kapur itu jatuh dibawah daun pintu terbuka yang dibatasi oleh tirai yang amat rapat, terbuat dari rangkaian keong-keong kecil. Aku tahu dibalik tirai itu , sang nona itu juga memunguti kapur karena kudengar gerutuannya.
“Haiyaaa … haiyaaa ….”
Ketika aku sampai pada kapur-kapur yang berserakan persis di bawah tirai itu, hatiku berkata pasti nona ini akan segera menutup pintu agar aku tidak punya kesempatan sedikitpun untuk melihat dia lebih dari melihat kukunya, namun yang terjadi kemudian sungguh di luar dugaan. Kejadiannya sangat mengejutkan, karena amat cepat, tanpa disangka sma sekali, si nona misterius justru tiba-tiba membuka tirai dan tindakan cerobohnyaitu membuat wajah kami yang sama-sam terperanjat hamper bersentuhan!!!Kami beradu pandang dekat sekali … dan suasana seketika menjadi hening … mata kami bertatapan dengan perasaan yang tak dapat kulukiskan dengan kata-kata. Kapur-kapur yang telah ia kumpulkan terlepas dari genggamannya, jatuh berserakan, sedangkan kapur-kapur yang ada di genggamanku terasa dingin membeku seperti aku sedang mencengkeram batangan-batangan es lilin.
Saat itu aku merasa jarum detik seluruh jam yang ada di dunia ini berhenti berdetak. Semua gerakan alam tersentak diam dipotret Tuhan dengan kamera raksasa dari langit, blitz-nya membutakan, flash!!! Menyilaukan dan membekukan. Aku terpana dan merasa seperti melayang,mati suri, dan mau pingsan dalam ekstase………………
………dan aku tahu persis bau busuk took kelontong itu semakin menjadi-jadi dalam udara pengap di bawah atap seng, tapi pancaindraku telah mati. Aliran darah di sekujur tubuhku menjadi dingin, jantungku berhenti, jantungku berhenti berdetak sebentar kemudian berdegup kencang sekali dengan ritme yang kacau seperti kode morse yang meletup-letupkan pesan SOS. Lebih dari itu aku menduga bahwa dia, si misterius berkuku seindah pelangi, yang tertegun seperti patung persis di depan hidungku ini, agaknya juga dilanda perasaan yang sama.
“Siun! Siun! Segere…!”teriak kuli Sawang, terdengar samara, menggema jauh berulang-ulang seperti didengungkan di dalam gua yang panjang dan dalam, mereka memintaku minggir.
Tapi kami berdua masih terpaku pandang tanpa mampu berkata apa pun, lidahku terasa kelu, mulutku terkuncirapat_lebih tepatnya ternganga. Tak ada satu kata pun yang dapat terlaksana. Aku tak sanggup beranjak. Wanita ini memiliki aura yang melumpuhkan. Tatapan matanya itu mencengkeram hatiku.
Ia memiliki struktur wajah lonjong dengan air muka yang sangat menawan. Hidungnya kecil dan bangir. Garis wajahnya tirus dengan tatapan mata kharismatik menyejukkan sekaligus menguatkan hati, seperti tatapan wanita-wanita yang telah menjadi ibu suri. Jika menerima nasihat dari wanita bermata semacam ini, semangat pria manapun akan berkobar.
Bajunya ketat dan bagus seperti akan berangkat kondangan , dengan dasar biru dan motif kembang portlandica kecil-kecil berwarna hijau muda menyala. Kerah baju itu memiliki kancing sebesar jari kelingking, tinggi sampai ke leher, merefleksikan keanggunan seorang wanita yang menjaga integritasnya dengan keras. Alisnya indah alami dan jarak antara alis dengan batas rambut di keningnya membentuk proporsi yang cantik memesona. Ia adalah lukisan Monalisa yang ditenggelamkan dalam danau yang dangkal dan dipandangi melalui terang cahaya bulan.
Seperti kebanyakan ras mongoloid, tulang pipinya tidak menonjol, tapi bidang wajahnya, bangun bahunya, jenjang lehernya, potongan rambutnya, dan jatuh dagunya yang elegan menciptakan keseluruhan kesan dirinya benar-benar mirip Michelle Yeoh, bintang film Malaysia yang cantik itu. Maka terkuaklah rahasia yang tertutup rapi selama bertahun-tahun. Sang pemilik kuku-kuku indah itu ternyata seorang wanita muda yang cantik jelita dengan aura yang tak dapat dilukiskan dengan cara apa pun.
Kejadian ini membuat pipinya yang putih bersih tiba-tiba memerah dan matanya yang sipit bening seperti ingin menghamburkan air mata. Aku tahu bahwa selain sejuta perasaan tadi yang mungkin sama-sama melanda kami, ia juga merasakan malu yang tak terkira. Ia bangkit dengan cepat dan membanting pintu tanpa ampun. Ia tak peduli dengan kapur-kapur itu dan tak peduli padaku yang masih hilang dalam tempat dan waktu.
Suara keras bantingan pintu itu membuatku siuman dari sebuah pesona yang memabukkan dan menyadarkan aku bahwa aku telah jatuh cinta. Aku limbung, kepalaku pening dan pandangan mataku berkunang-kunang karena syok berat. Beberapa waktu berlalu aku masih terduduk terbengong-bengong bertumpu di atas lututku yang gemetar. Aku mencoba mengatur napas dan darahku berdesir menyelusuri seluruh tubuhku yang berkeringat dingin. Aku baru saja dihantam secara dahsyat oleh cinta pertama pada pandangan yang paling pertama. Sebuah perasaan hebat luar biasa yang mungkin dirasakan manusia.
Aku berupaya keras bangun dan ketika aku menoleh ke belakang, orang-orang di sekelilingku, Syahdan yang menghampiriku, A Miauw yang menunjuk-nunjuk, orang-orang bersarung yang pergi beriiringan, dan kuli-kuli Sawang yang terhuyung-huyung karena beban pikulannya, mereka semuanya, seolah bergerak seperti dalam slow motion, demikian indah, demikian anggun. Bahkan para kuli panggul yang memiliki karung jengkol tiba-tiba bergerak penuh wibawa, santun, lembut, dan berseni, seolah mereka sedang memperagakan busana Armani yang sangat mahal di atas catwalk.
Toko yang tadi berbau busuk memusingkan sekarang menjadi harum semerbak seperti minyak kesturi dalam botol-botl liliput yang dijual pria berjanggut lebat seusai shalat Jumat. Syahdan yang gelap, kecil, dan jelek kelihatan tampan sekali seperti Nat King Cole. Sedangkan A Miauw tiba-tiba menjadi seorang tauke yang demikian ramah, peduli dan melakukan semua pelanggan dengan adil tanpa membedakan. Ia tampak seperti seorang bandit yang memutuskan jadi padri.
Aku tak peduli lagi dengan kotak kapur yang isinya tinggal setengah. Aku berbalik meninggalkan took dan merasa kehilangan seluruh bobot tubuh dan beban hidupku. Langkahku ringan laksana orang suci yang mampu berjalan di atas air. Aku menghampiri sepeda reyot Pak Harfan yang sekarang terlihat seperti keranjang baru. Aku dihinggapi semacam perasaan bahagia yang aneh, sebuah rasa bahagia bentuk lain yang belum pernah kualami sebelumnya. Rasa bahagia ini jauh melebihi ketika aku mendapat hadiah radio transistor2-band dari ibuku sebagai upah mau disunat tempo hari.
Ketika mempersiapkan sepeda untuk pulang, aku mencuri pandang ke dalam took. Kulihat dengan jelas Michele Yeoh mengintipku dari balik tirai keong itu. Ia berlindung, tapi sama sekali tak menyembunyikan perasaannya. Aku kembali melayang menembus bintang gemerlapan, menari-nari diatas awan, menyanyikan lagu nostalgia Have I Told You Lately That I Love You. Aku menoleh lagi ke belakang, di situ, di antara tumpukan kemiri basah yang tengik, kaleng-kaleng minyak tanah, dan karung-karung pedak cumi aku telah menemukan cinta.

No comments:

Post a Comment

Leave your comment!

Visitor Counter

free counters